Kisah Kemiskinan Sang Pendiri Bangsa
Senin,7 Maret 2014,
By awiejayamedia,
Kisah 1 TD Pardede, pengusaha terkenal asal Medan yang dekat dengan Bung Karno suatu hari dipanggil mendadak ke Jakarta. Setelah berbincang-bincang bersama menteri lainnya, Presiden Republik Indonesia itu mengajak TD Pardede ke pojok ruangan. “Pardede, bisa kau pinjamkan aku uang ?“ Gelagapan karena langsung ditodong oleh penguasa negeri. TD Pardede merogoh saku saku jasnya dan memberikan seribu dollar dari kantongnya. Namun Bung Karno hanya mengambil secukupnya dan mengembalikan sisanya kepada Pardede. >
Kisah 2 Satu ajudan terakhir Bung Karno adalah Putu Sugianitri, ex. polisi wanita yang setelah Bung Karno tidak menjabat lagi, harus pensiun tanpa kejelasan. Suatu saat setelah tidak menjadi presiden, Bung Karno berjalan-jalan keliling kota dan tiba tiba ingin buah rambutan. ”Tri, beli rambutan.“ ”Uangnya mana ?” tanya si polwan asal Bali itu. ”Sing ngelah pis” kata Bung Karno dalam bahasa Bali yang artinya "Saya tak punya uang." Jadilah sang ajudan memakai uang pribadinya untuk mantan presiden yang tidak memiliki uang. >
Kisah 3 Saat Ali Sadikin menjabat Menko Maritim, ia ditanya oleh Bung Karno apakah ia bisa membantu bisnis mertuanya yang berkaitan dengan perijinan pelabuhan. Setelah dipelajari, Ali Sadikin mengatakan tidak bisa. Peraturan mengatakan demikian. "Ya sudah, kalau tidak bisa" kata Bung Karno. Bang Ali berpikir, luar biasa ini manusia. Padahal sebagai presiden ia bisa memaksakan memberi perintah. Yang mengagumkan Bung Karno selanjutnya tidak pernah dendam, bahkan kelak mengangkat Ali Sadikin sebagai Gubernur Jakarta. >
Kisah 4 Saat mendapat surat dari Soeharto, bahwa Bung Karno harus meninggalkan Istana Merdeka sebelum tanggal 16 Agustus 1967. Maka teman teman Bung Karno yang mengetahui rencana itu segera menawarkan dan menyediakan enam rumah untuk tempat tinggal dan putera puteri Bung Karno. Mendengar hal itu Bung Karno seketika marah, bahwa ia tidak menghendaki rumah rumah itu. Ia menginginkan semua anak anaknya pindah ke rumah Ibu Fatmawati. “Semua anak anak kalau meninggalkan Istana tidak boleh membawa apa-apa, kecuali buku-buku pelajaran, perhiasan sendiri dan pakaian sendiri. Barang barang lain seperti radio, televisi dan lain-lain tidak boleh dibawa !“ Demikian Bung Karno memerintahkan. Guntur (putera tertua) setelah mendengar penjelasan itu merasa kecewa, karena ia sudah terlanjur menggulung kabel antenna TV yang akhirnya tidak boleh dibawa pergi. Sementara Ibu Fatmawati mengeluh karena kamar di rumahnya tidak cukup. Tak berapa lama datang truk dari polisi yang membawa empat tempat tidur dari kayu yang bersusun, dengan kasur dan bantalnya tapi tanpa sprei dan sarung bantal. Juga beras enam karung. “Anak-anakku semua disuruh tidur di tempat tidur susun dari kayu, tanpa sprei dan sarung bantal.“ Konon Ibu Fat, marah marah kepada utusan yang membawa perlengkapan itu. Bung Karno keluar dari istana dengan mengenakan kaos oblong cap cabe dan celana piyama warna krem. Baju piyamanya disampirkan ke pundak, dan ia memakai sandal bata yang sudah usang. Tangan kanannya memegang kertas koran yang digulung, berisi bendera pusaka merah putih. Bendera yang dijahit oleh istrinya sendiri, Fatmawati ketika masa proklamasi kemerdekaan. Tak ada voor ridjer, pengawalan atau penghormatan ketika meninggalkan Istana Merdeka. Ia meninggalkan istana dengan mobil VW kodok yang dikendarai seorang supir asal kepolisian. Salah seorang anggota kawal pribadinya membawakan ovaltine, minuman air jeruk, air teh, air putih, kue kue serta obat obatan Bung Karno. Itulah seluruh harta yang dimiliki Bung Karno ketika meninggalkan Istana. Selebihnya ditinggalkan. Selama menjabat Presiden, ia tidak pernah memiliki rumah sendiri. Ia adalah presiden termiskin yang pernah ada. >
Kisah 5 Soekarno tak punya uang simpanan di akhir hidupnya. Ketika salah seorang putrinya hendak menikah, Soekarno tak punya uang. Dengan malu dan terpaksa, dia meminta bantuan salah seorang istrinya, Yurike Sanger, untuk mencarikan utangan Rp 2 juta. Dengan pengawalan ketat, Soekarno menemui Yurike. Wanita itu menangis melihat Soekarno. Tak ada lagi kegagahan yang dulu tampak. Sosok Soekarno kini tua dan renta karena tekanan batin. "Mas tak ingin diberi stempel sebagai bapak yang gagal. Yang jadi persoalan utama, Mas tidak punya uang. Hidupku selama ini sama sekali untuk bangsa dan negara, sama sekali untuk kepentingan nasional," beber Soekarno dengan getir. Untungnya beberapa hari kemudian Yurike bisa mendapatkan uang itu. Dia mendapat pinjaman lunak dari seorang pengusaha. Hal itu diceritakan Yurike Sanger dalam memoarnya yang ditulis Kadjat Adra'i dan diterbitkan Komunitas Bambu. Peristiwa lain terjadi tahun 1969, saat itu Rachmawati Soekarnoputri menikah dengan Martomo Pariatman Marzuki. Keteladanan Soekarno yang rela miskin demi bangsa ini ternyata tidak pernah diteladani dihati para pejabat penguasa jaman sekarang, dan nyatanya keteladanan sosok Soekarno ini hanya menjadi kisah seperti dongeng yang hanya dapat diceritakan turun temurun tanpa bisa diambil makna yang sebenarnya dari keteladanan Sang Proklamator ini.. Semoga kelak para pembaca yang budiman, khususnya Sahabat dapat menteladani kisah ini bila kelak mendapatkan kesempatan untuk menjadi pejabat publik!. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar